Header Ads

MENJADI PEGAWAI, "BAYAR" BERAPA ?

Diklat Pratugas, 2011

Perjalanan kereta api menuju kota Solo dalam rangka Rapat Rekonsiliasi Data Kemajuan Pekerjaan, seorang wanita paruh baya bertanya basa basi layaknya penumpang yang baru bertutur sapa. Hingga tiba pada pertanyaan, "Mas, kerja disana bawaanya siapa? Masuk kesana bayar berapa?"

Dalam hitungan sepersekian detik memori teringat pada awal Februari 2011, masa menjadi mahasiswa semester V yang liburannya masih sibuk dengan seabrek kegiatan organisasi. Di tengah melayani calon pendonor darah, datang seorang kawan memberikan selebaran Rekrutmen Karyawan di BUMN untuk lulusan SMA sederajat. "Mbak ga daftar?" tanyaku. "Engga, syaratnya laki-laki" jawabnya.

Tidak perlu waktu lama, selebaran itu menjadi berlembar-lembar di meja fotocopy setelah Ketua dan Sekretaris yang menjadi pimpinanku menyatakan minatnya untuk ikut. Mahasiswa dengan biaya modal beasiswa sepertiku menjadi tergiur, barangkali dengan bekerja bisa membantu meringankan beban orang tua, pikirku polos.

Segera saja setelah selesai melayani acara Donor Darah, bergegas kucukupi persyaratan untuk waktu yang sangat mepet. Nomor urut pendaftaran 419 pada hari terakhir menjelang penutupan. Tak disangka iseng-iseng berhadiah ini membuahkan hasil pada tahapan pertama. Namaku terpampang di papan tengah pendaftar yang diurutkan berdasarkan nilai ujian SMA, artinya Lolos Tahap Administrasi.

Ujian Tertulis sebagai tahap lanjutan terlewati dengan memuaskan. Adikku yang bersekolah di depan kantor BUMN itu kegirangan melihat namaku menduduki peringkat 1. "Ssstt, jangan bilang Bapak Ibu, mas belum ijin" sergahku. Mulai dari tahap ini pimpinanku yang menjadi Sekretaris Organisasi tidak lolos (akhirnya dia bekerja di PMI). Memang "gila", peserta yang mayoritas dari desa dengan rentang usia 19-29 tahun diberi soal Matematika yang "njlimet", Pengetahuan umum dan Pengetahuan Kehutanan. Untuk formasi Mandor Lapangan, nampaknya cukup susah, apalagi bagi yang bukan fresh graduate. Pada saat itu usiaku belum genap 21 tahun, untungnya masih menyempatkan baca-baca sedikit buku SMA yang tersimpan rapi di gudang.  

Ujian Kesamaptaan meliputi Tes Lari, Push Up dan Sit Up dilaksanakan di Lapangan Brobahan. Silahkan yang bisa mimpin peregangan, tampil kedepan. Kebiasaan di organisasi mendorongku memimpin 30 orang peserta seleksi meregangkan otot-otot sebelum aktivitas fisik pada hari itu. Belum lama dari pelaksanaan tes fisik, aku sudah dirutinkan dengan pembinaan jasmani di salah satu organisasiku yang lain. Bermodal kaos pinjaman dari adik, celana dan sepatu pinjaman dari juniorku di organisasi ternyata mengantarkanku kembali menempati peringkat 1 di tes fisik ini.

Ujian Wawancara memberi peluang 10 orang untuk dipilih 5 orang. Aku kembali ke persaingan merebutkan lowongan pekerjaan namun tidak ditemani Ketua Organisasiku (akhirnya dia bekerja di BUMN Kereta Api). Identitas pesaingku mulai terlihat, banyak orang kantor disitu yang sudah mengenal beberapa dari mereka, Show Must Go On. Satu persatu nama kami dipanggil. 

Lama tidak diumumkan hasilnya, kawanku bercanda, "Besok yang lolos hanya untuk keluarga dan bawaan saja, ga usah terlalu berharap" katanya. Pada akhirnya pada bulan berikutnya yang cukup lama, diumukan 5 besar peserta yang lolos seleksi. Kulihat nilaiku pada rekapitulasi, aspek pengetahuan 9, aspek komunikasi 9, aspek pengalaman kerja 7 dan aspek penampilan 6. Aspek pengalaman organisasiku hanya dinilai 7 dan penampilanku yang kurus ini dinilai hanya 6. Peringkat 1 pun berpindah ke tangan orang lain dan diriku harus puas di peringkat 4. Si peringkat ke lima menghiburku, alhamdulillah yang penting kita lolos mas. Ya, setidaknya ternyata dengan modal nekat dan niat membuatku membuktikan tidak perlu "membayar" untuk menjadi pegawai. Sampai hari ini pun meskipun 4 temanku ini punya garis keturunan anak/saudara dari karyawan aktif/purna dan anak kolega dari perusahaan, saya tidak bertanya apakah kalian lolos karena membayar.

"Alhamdulillah" tangis ibuku membaca Surat Undangan Diklat Pratugas sebagai calon karyawan baru.

Sambil tersenyum kujawab pada wanita di kereta itu, "Orang banyak berpikir seperti itu Bu, tapi saya beruntung tidak membayar sepeserpun untuk menjadi Pegawai".

Hanya sekedar Catatan Kaki Tangan
(MAF)

   


2 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.